Author

http://www.ayudadeblogger.com/

Facebook adalah media pertemanan atau pergaulan secara online di dunia maya (internet), pengguna akan terhubung dengan yang lainnya secara real time dan dapat berbagi informasi, serta berkomunikasi. 

Yang namanya media pertemanan seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, mejalin keakraban, bertukar informasi dan menebarkan nilai-nilai positif, jelas bukan malah menjadi sarana menyebarluaskan permusuhan, memecah-belah persatuan dan kesatuan NKRI dan ajang caci-maki. 

Penggunaan media sosial sebagai alat provokasi, ujaran kebencian dan caci-maki semakin menjadi-jadi setelah Facebook merubah algoritma penyeleksian konten yang muncul di halaman beranda Facebook dari yang dulunya berbasis timeline (waktu), berubah menjadi filter histori riwayat aktivitas masa lalu (Filter Buble Effect) penggunanya. 

Sehingga yang muncul pertama kali bukan postingan terdahulu sesuai dengan waktu melainkan sesuai dengan minat dan histori pengguna.

Agar Facebook dapat menampilkan informasi atau berita sesuai dengan minat pengguna, maka algoritma Filter Buble Effect mengumpulkan informasi seperti lokasi, riwayat klik, riwayat like, riwayat komentar, riwayat bacaan dan seluruh riwayat browsing di internet.

Tidak mengherankan ketika membuka Facebook banyak terdapat iklan-iklan yang sesuai dengan history pencarian, dan riwayat klik pengguna. Misalnya ketika pengguna pernah membuka buka situs traveloka untuk mencari harga tiket pesawat. Kemudian entah kenapa ketika membuka facebook, iklan tiket pesawat yang pernah di cari di internet muncul di halaman beranda facebook. 

Algoritma Filter Buble Effect juga berlaku untuk berita-berita yang akan muncul di beranda facebook pengguna. Facebook akan menampilkan informasi berita sesuai dengan riwayat klik, riwayat like, riwayat share, riwayat komentar, riwayat bacaan, dan riwayat pencarian sesuai dengan algoritma tadi.

Karena algoritma penyaringan ini (Filter Buble Effect), pengguna akan menjadi terpisah dari informasi yang tidak selaras/kontradiktif dengan sudut pandang (riwayat pencarian)-nya. Pengguna akan dipaksa hidup dalam dunia sendiri yang sesuai dengan riwayat bacaan atau pandangannya. 

Facebook akan cenderung memberikan informasi yang familiar, disukai, dan menyenangkan sesuai kepercayaan. Akibatnya yang pro semakin pro dan yang kontra menjadi semakin kontra. 

Informasi atau berita yang bertentangan semakin dijauhkan bahkan meskipun berita tersebut konstruktif dan mengkritik tidak akan sampai di halaman beranda Facebook atau ke newsfeed pengguna.

Misalnya seseorang suka sekali mengklik berita tentang hebatnya ajaran radikal dengan segala kelebihan dan kebenarannya (menurut dia) maka mesin-mesin facebook, akan terus menyuguhkan informasi tentang kehebatan ajaran radikal karena jenis berita seperti ini dianggap penting bagi pengguna tersebut, dan algoritma itu akan menyisihkan berita-berita lain yang bertentangan karena dianggap tidak penting. Maka tidak mengherankan banyak radikalisme dan terorisme lahir dari rahim Facebook. 

1. Harusnya seperti inilah internet, anda berada di tengah-tengah jutaan informasi yang beragam Baik yang anda diminati atau tidak, sepakat maupun bertentangan dengan pandangan anda
2. Lalu karena cara kerja filter algoritma, secara otomatis pengguna disodori informasi yang memang di suka (berdasarkan histori anda). Awalnya memang akan memudahkan tapi tanpa disadari (karena anda tidak sadar sedang di filter) tercipta sebuah gelembung tak terlihat yang memisahkan anda dari pendapat-pendapat diluar pendapat utama atau prior belief anda
3. Akhirnya, anda merasa memiliki pemahaman yang paling benar sendiri, fanatik dan bebal terhadap kritik .Tercipta sebuah ilusi sedemikian rupa karena anda memang hanya bisa melihat informasi yang mendukung belief awal, disodori dan disuapi opini yang pro belief utama anda.
Filter buble effect juga bekerja dengan cara lain, misalnya tentang isu ahok, maka di beranda facebook atau newsfeed pengguna muncul beberapa berita tentang Ahok baik pro dan kontra, kemudian menjadi tergoda untuk mengklik, mereview, memberikan komentar. Histori itu akan membuat algoritma facebook beranggapan bahwa berita Ahok itu penting dan sesuai dengan minat anda akibatnya berita-berita lain di luar itu akan sengaja dihilangkan oleh facebook. 

Akhirnya pengguna hanya membaca dan mengklik berita itu-itu saja, kemudian berita itupun itu pun menjadi viral. Orang lain pun melakukan proses yang sama, akhirnya, timbul efek bola salju yang membuat negeri kita semakin panas merasa bahwa negeri ini penuh dengan kebencian, perbedaan yang tidak bisa dikompromikan. 

Seolah-olah tidak ada berita lain yang di share di Facebook, padahal kalau di cek, banyak berita lain yang di share, tapi kenapa di halaman beranda Facebook tidak terlihat berita itu? malah lebih banyak kasus ahok? yaaa kita semua terkena filter bubble effect. 

Jangan sampai cara berpikir dan tindakan kita di dunia nyata dikendalikan oleh sebuah algoritma yang dapat memecah belah NKRI.

Semoga kita bijak dalam membaca dan mengelola informasi. Salam Damai.
Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Agar jantung tetap sehat dan bekerja dengan baik, dianjurkan kepada setiap orang untuk mengetahui cara pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) yang telah menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia.

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun.

William Herderson adalah orang pertama yang menguraikan secara rinci mengenai gejala penyakit ini pada tahun 1768 sebagai berikut: “mereka yang terkena penyakit ini merasa tertekan (seized) saat berjalan, lebih-lebih jika mendaki atau segera setelah makan, oleh suatu sensasi yang bersifat nyeri dan tak terfokus, yang terjadi di dada dan tampak bisa berakibat fatal (menghentikan hidupnya) jika berlangsung terus-menerus atau intensitasnya meningkat. Bila moment penyebabnya menghilang, semua kesulitan itu juga ikut menghilang”.

Gejala ini oleh Herderson dinamakan angina pektoris. lstilah angina pektoris digunakan secara universal sampai hari ini sebagai gejala khas PJK. Namun, sebenarnya PJK sudah diketahui oleh bangsa Mesir tahun lalu, sebagaimana yang ditemukan dalam kitab kedokteran Mesir kuno (Egyptians’ Papyrus) di mana sudah ada uraian tentang iskemia koroner yang berbunyi sebagai berikut: “Jikalau kamu memeriksa seseorang karena penyakit jantung dan dia ada merasa nyeri di tangan, dan di dada dan juga di dalam jantung...... hal ini menunjukan hahwa kematian sudah mengancam dia.” (dikutip dari Willerson & Teaff, Texas Heart Institute Journal 1996)

Pada awal abad ke-20, angka kematian akibat PJK meningkat tajam. Tetapi, karena kurangnya data-data penelitian berskala besar, penyebab penyakit ini pada saat itu masih bersifat spekulatif.

Sampai pada pertengahan Abad ke-20, National Health Institute di Amerika melakukan sebuah studi di kota Framingham, Massachusetts, yang melibatkan 2.421 wanita dan 1.980 laki-laki yang ditinjaklanjuti selama 6 tahun. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa hipertensi (darah tinggi), merokok, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama penyebab PJK.

Hasil studi ini kemudian dimuat di Annals of Internal Medicine 1961, dan memperkenalkan konsep baru mengenai faktor risiko di dunia kedokteran. Dalam kaitannya dengan PJK, faktor risiko adalah faktor yang memacu timbulnya aterosklerosis.

Manusia yang hidup dalam zaman modern sekarang ini harus melakukan perubahan pola hidup yang rawan terhadap terjadinya PJK. Menurut laporan American Heart Association, setiap tahun di USA ada sekitar 700.000 penderita harus masuk rumah sakit karena kejadian koroner (coronary event). Empat puluh persen (40%) dari jumlah ini akan meninggal dunia.

Persentase ini sama besarannya di beberapa negara maju. Di Indonesia Budiarso dkk., (1989) melaporkan prevalensi PJK adalah 18,3/100,000 penduduk pada golongan usia 15-24, meningkat menjadi 174,6/100,000 penduduk pada golongan usia 45-54, dan meningkat tajam menjadi 461,9/100,000 penduduk pada usia > 55 tahun (dikutip dari Tesis dr. Putra Gunardhi).

Dengan demikian, penelitian di bidang PJK sangat gencar dilakukan. Faktor risiko untuk PJK yang semula tiga buah terus bertambah. Saat ini, usia, jenis kelamin, stres, penyakit kencing manis, kegemukan, kurang gerak, asam urat, kekurangan esterogen, peningkatan fibrinogen, peradangan, dan masih banyak yang lain sudah tercatat sebagai faktor risiko.

Gambaran faktor risiko ini sangat membantu untuk mengidentifikasi orang-orang yang perlu mendapatkan tindakan pencegahan, dan juga termasuk penatalaksanaan bagi mereka yang sudah menderita PJK. 

Baca juga:
Pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat, menjauhi makanan yang memiliki kandungan kolestrol tinggi, berhenti merokok, kurangi stres, kurangi berat badan, dan berolahraga secara teratur. 

Blogger Template -

Copyright 2017 Ayudadeblogger.com All Rights Reserved.